Pria itu menarikku dan menggendongku menuju ke dalam pohon tua yang besar. Tar tampak kebingungan dan ia mulai mengeluarkan suara-suara yang menyebalkan.
Pria itu buru-buru masuk dan menutup pintu kayu besar yang hanya berbentuk bingkai. Wajahnya panik.
Hei, ternyata di dalam pohon tua ini tak seperti yang kau bayangkan. Hanya ada lorong-lorong kecil menuju bawah yang gelap dan kandelir tinggi di atas kepalaku. Apakah manusia setengah peri ini tinggal di tempat aneh yang mirip dengan sarang tikus ini? Konyol sekali.
Tar mengagetkanku karena ia telah masuk ke dalam lorong yang berseberangan dengan pintu. Dan aw!
Pria ini menarik tanganku dan masuk ke dalam lorong yang sangat landai dan curam. Aku terpeleset di dalam lorong gelap. Dan meluncur! Eh, pria tadi sudah tak berada di dekatku lagi. Omong-omong, lorong ini dalam sekali dan aku belum berhenti meluncur.
Jujur saja, menyenangkan sekali. Serasa terbang. Dan, oh... Akhirnya aku menemukan cahaya. Yeah! Walaupun tak begitu terang. Hei, aku berhenti meluncur.
Oh, ternyata pria asing ini yang menangkapku. Hei, apa aku terlalu kecil? Ia mengangkatku di atas kepalanya dan aku melihat Tar mendongakkan kepalaku untuk menatapku. Dan sesuatu yang lebih kecil daripada Tar berdiri di samping Tar.
"Turunkan aku!"
"Ck!" Aku mendengar seseorang berdecak dan pria ini menurunkanku. "Manusia datang lagi kemari?"
Hei! Makhluk itu setinggi jari manisku kurang lebih dan ia menggunakan topi kerucut panjang. Ia yang berbicara! Wajahnya aneh dan berkerut sehingga terkesan tak bersahabat.
"Kau tahu, Rama, manusia yang sebelumnya saja menghilang. Kini kau membawanya lagi? Dan lebih kecil?" raung makhluk kecil itu.
"Hei, siapa yang kecil, Kawan Baru?" semburku kesal.
"Dia akan membantu kita, Gnane! Jangan berburuk sangka dulu. Baiklah Bethari, ini Gnane dari bangsa Gnome."
"Salam kenal, Tuan Kecil!" aku berjongkok dan mengangsurkan kelingkingku. Namun si gnome ini hanya mendelik marah kepadaku. Apa aku salah? Aku membayangkan, ia bisa berbaring di telapak tanganku, bahkan mungkin aku bisa menggenggamnya.
"Nah, Bethari, inilah Argyre, kota pertahanan Perak."
Aku bangun dan memandang takjub nuansa gua yang luas ini! Gua ini tidak gelap. Gua? Sebenarnya aku tak tahu harus menyebut tempat apa ini. Terlalu luas untuk menyebutnya gua. Lagipula, hanya ada lengkung langit-langit tanpa stalagtit yang dihiasi dengan sesuatu yang berkilauan. Ada kandelir kristal yang superbesar di tengah-tengah. Dan ada 3 lorong utama di depan kami. Dinding-dinding batu berwarna kecokelatan namun tidak menghasilkan suasana gelap. Dan ada tanaman-tanaman unik yang menghiasi sebagian dinding. Tahukah?? Tanaman-tanaman merambat itu menghasilkan cahaya berwarna-warni. Daun mereka berkilau. Dan di beberapa sisi terdapat penyangga batu yang tengahnya lebih kurus dibandingkan kedua pangkalnya. Pada penyangga itu terdapat batu-batu permata yang berkilauan.
Takjub bukan main! Segalanya tak pernah terbayangkan dalam hidupku.
"Puas? Bangsaku dibantu Kurcaci yang membangun ini semua," kata Gnane tiba-tiba.
"Orang-orang sekecil kau?" tanyaku tak percaya.
"Makan siang!" Pria itu mengingatkan.
Kami berjalan menghindari ketiga lorong menuju celah sempit.
"Paling kanan, lorong itu akan membawamu ke Akik Labirin. Di tengah, akan membawamu keluar menuju Kerajaan Canangium. Dan paling kiri adalah jalan ke arah Negeri Kurcaci yang terlarang. Semua lorong itu saling berhubungan tepatnya," Pria itu berjalan sambil menjelaskan.
Sepanjang perjalanan, aku memperhatikan berbagai macam berlian yang menempel di dinding dan memancarkan sinar. Ketika kusentuh, rasanya dingin dan lembut.
Celah itu tak begitu sempit lagi. Dan ketika kami keluar dari celah itu, aku melihat teman-teman Gnane yang mirip seperti kerumunan semut. Mereka berhenti berjalan dan memperhatikanku...
Kamis, 27 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar