Aku menanti jawabannya. Dia terus menatapku tanpa bicara. Dari ekspresinya, kuterka ia tak suka dengan pertanyaanku.
"Siapa dia?" ulangku pelan.
Rama memalingkan wajah seketika.
"Orang bunian," jawabnya pada akhirnya.
"Apa itu orang bunian? Manusia? Atau penyihir? Dia bisa menghilang!"
"Cukup, Bethari!" sergah Rama jengkel. "Maksudku kau mungkin perlu istirahat. Kita akan mendapatkan banyak pekerjaan."
Rama tak menatapku. Ia hanya membuka dinding yang ternyata berupa lemari beludru.
"Tunggu. Gnane tadi bilang padaku tentang alasan kenapa aku di sini. Katanya aku di sini untuk menemukan 2 manusia? Dua bangsaku? Siapa mereka? Dan tadi kaubilang tujuan kita adalah-"
"Cukup!" bentak Rama. Sesaat kemudian situasi menjadi canggung. Apa aku salah bicara? Rama melirikku, "Maaf. Aku tak bermaksud. Sebaiknya kau istirahat. Ambil ini." Rama memberiku seprai beludru untuk tempat tidurku. "Tempatmu di samping ceruk dinding itu." Ia menunjukkan suatu tempat berbentuk panggung kecil di samping ceruk tempat ia mengunci peta rahasia kota Argyre.
Karena tak mau dibentak lagi, aku menurutinya. Aku melihatnya masuk ke dalam celah gelap di mana Tar dan Gnane sedang bermain. Bukankah ini masih siang untuk tidur? Atau ia menyuruhku tidur siang?
Meski sudah kupaksakan, aku tak bisa tidur! Konyol sekali. Walaupun beludrunya sangat lembut.
Hei!
Tadi Rama bilang ada pintu di dekat perapian. Dan jalan pintas menuju Canangium. Ada apa di Canangium? Hal ini membuatku sangat penasaran.
Maka aku bangun, berjalan pelan menuju perapian. Aku menyadari, dinding-dinding kapur ini tak hanya sekedar dinding. Aku memperhatikan perbedaan dinding biasa dengan dinding yang bisa dibuka seperti lemari beludru. Aha! Aku tahu! Ternyata tampak jelas sekali kalau dari dekat. Ada garis yang membentuk lemari dan pintunya. Dan ketika mataku memperhatikan pintu-pintu tersembunyi, aku menemukan pintu terbesar. Inikah? Aku mencoba menggeser pintu itu.
Ugh! Agak berat memang. Dan aku berusaha terus untuk mendorongnya. Ah! Berhasil! Di dalam tampak gelap. Maka aku mengambil obor di belakangku. Dan masuk!
Ternyata menutup pintu dari dalam tak terlalu sulit. Ketika aku membelakangi pintu, ternyata ada 2 lorong cukup besar untuk tiga manusia yang harus kupilih. Hei! Ini tak seperti yang kulihat di peta! Apa aku salah pintu? Ah, biarlah. Aku hanya penasaran dengan lorong batu di sekitar sini.
Tanpa obor mungkin akan membuatku tak dapat melihat apapun. Untungnya aku membawa obor. Karena obor aku bisa tahu bahwa dinding-dinding batu ini berwarna hitam pekat. Dan di sini banyak terdapat stalaktit dan stalakmit. Namun, permukaan dindingnya sangat halus tanpa ada ceruk ataupun tonjolan. Aku memilih lorong ke kanan.
Di lorong, perasaanku tak enak. Serasa ada seseorang yang sedang mengikutiku. Aku juga merasa ada orang bernafas di sampingku. Namun aku tak menemukan siapapun.
Hei! Apa mataku salah tangkap? Aku melihat sesuatu berkilat barusan di dinding. Berkilat perak. Aku menunggu. Dan ternyata mataku memang tidak salah lihat. Ada suatu bentuk yang berkilat. Tak hanya satu! Tapi banyak. Dan kilatan bentuk itu menyambar ke bentuk kilatan berikutnya.
Aku memperhatikan bentuknya. Semacam arah panah. Tapi berbentuk lekukan, seperti ular ketika merayap namun di belakangnya berbentuk garis lurus yang agak pendek. Simbol itulah yang berkilat dan berlanjut ke simbol berikutnya. Di kanan-kiri dindinglah simbol-simbol itu. Ujung simbol itu menunjuk terus ke dalam dan membuatku mengikutinya. Ketika aku berjalan cukup jauh, aku mendengar suara-suara samar.
"Aaaaaaaarggghhhh!"
- to be continued
Minggu, 30 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar