
Sensasi aneh menyelimutiku. Angin memusingku dalam cahaya kemilauan aurora. Mataku perih. Kantuk... Oh... Kenapa selalu kantuk? Aku tak bisa melihat apapun selain lima warna ajaib yang mengelilingku. Lima warna ajaib yang berpendar. Lima warna ajaib dari aurora.
Anak tangga cemerlang yang kulewati telah melebur dan hilang. Membuatku melayang dan tanganku terentang. Apa yang sebenarnya terjadi? Dapatkah kau menjelaskannya? Kau, lima warna ajaib. Jawab aku.... Hembusan nafasku terasa hangat dan....
Aku jatuh. Tapi tak merasakan benturan. Kepalaku menyentuh sesuatu yang tak menyakitkan. Hidungku menangkap wangi sedap menyegarkan yang tak kukenal. Di manakah aku? Maka, akupun membuka mataku.
Aku tak peduli, kau percaya atau tidak. Rerumputan tak lagi berwarna hijau. Berwarna merah keunguan, Kawan! Dan harumnya menyegarkan. Dan tak jauh, ada sebatang pohon besar berdaun biru. Pohon itu besar sekali seperti telah berumur ribuan tahun. Daunnya lebat sekali. Dan di samping kanan sekitar 5 meter, ada danau besar. Entah itu samudera atau hanya danau. Dan seluas mata memandang, aku melihat berbagai warna dari beragam pepohonan. Di sisi lain ada pegunungan biru yang tinggi sekali dengan puncaknya yang diselimuti salju. Oh... Dunia apa ini?
Perasaanku tak menentu. Kagum, penasaran dan takut. Aku bangun dan bergerak menuju danau-atau laut. Luar biasa! Airnya jernih sekali. Aku bisa melihat diriku sendiri yang cukup berantakan. Dan...
Danau itu cemerlang sekali. Ada tiga pantulan cahaya matahari di permukaan air. Membuat permainan beragam warna yang tak pernah kulihat sebelumnya. Perpaduan yang indah sekali.
Aku mendongakkan kepala dan menemukan keajaiban lain! Pantulan tiga matahari itu bukanlah hanya sekedar pantulan. Tapi nyata! Adakah 3 matahari di dunia asalku?
Mataku kembali menatap takjub ke arah danau. Dan hei! Ada bayangan orang lain di sampingku. Di permukaan air yang tenang itu. Bayangan seorang wanita yang sedang menatapku.
"Matahari yang sesungguhnya adalah di sebelah kananmu. Barat." Suara itu bening dan lembut sekali.
Secara perlahan tapi pasti, aku menatapnya.
Dia... Wanita tercantik yang pernah kulihat. Rambutnya mencapai tanah, hitam legam dan berkilau. Wajahnya cerah. Dia tinggi dan lebih tinggi dari para wanita dewasa umumnya. Pakaiannya indah, rapi, dan aku tak bisa melihat kulitnya selain wajahnya. Matanya hitam sempurna. Dan ia tersenyum padaku.
"Si-siapa kau?" aku tergagap. Ia menelengkan kepalanya dengan anggun.
"Pesanku, jangan mudah tertarik oleh semua tipuan ini. Lihatlah Parhelion di utara dan timur. Itulah suatu pertanda yang akan membahayakan kita semua. Dirimu dan duniaku. Karena sesuatu yang jahat telah bergerak."
Belum sempat aku berkedip. Belum sempat aku bertanya, ia pergi. Membuat nuansa magis yang menyeramkan. Angin panas yang terasa asing membuatku ketakutan. Dan otakku bertanya, apakah Parhelion itu?
Oh! Aku sendirian! Berdiri di tempat asing yang menyeramkan dengan tiga matahari. Di tempat konyol ini. Indah memang, tapi aneh dan menyeramkan. Rasanya aku ingin marah. Siapakah yang telah membawaku ke tempat ini? Apa tujuannya? Siapakah aku ini? Dan darimana asalku? Mengapa harus aku? Mengapa sendirian? Mengapa?! Takdirku kah?
"AKU INGIN PULANG!!!" jeritku berusaha untuk sekencang"nya. Dan aku bisa mendengar suaraku yang menggema.
Plung! Seseorang melempar sesuatu ke dalam danau. Airnya beriak dan aku melihat suatu benda itu jatuh ke dasar danau yang dangkal dan indah.
"Tak perlu berteriak," ujar seseorang ramah. Dan kali ini seorang pria. "Aku sudah menunggumu."
-to be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar