Kamis, 04 Desember 2008

Chapter 10: Serangan yang Disengaja

"Awas!" bisik bocah itu mengingatkan. Siluet itu membesar. Dan kurang dari beberapa detik lagi, makhluk itu pasti keluar.

Dia muncul! Tingginya mungkin sama dengan tinggiku. Kami menahan napas dan tak bergerak. Makhluk itu bertanduk dan berjanggut kusut yang sangat panjang. Wajahnya sangat aneh. Penuh dengan kerutan dan berwarna kemerahan. Matanya tajam. Tangannya memegang sebatang besi. Pakaiannya tak lazim dan sepatunya seperti boot.

Sepertinya makhluk itu tak menyadari kehadiran kami. Tiba-tiba, mataku menangkap bocah itu melemparkan senjata ke arah makhluk aneh itu. Bumerang! Bocah itu menggunakan bumerang dan bumerang itu melukai tangan kanan makhluk itu. Seketika, makhluk itu menoleh dan menatap tajam kami.

"Tolol!" umpatku marah.

Ketika bumerang itu kembali dan bocah itu menangkapnya dengan lihai, monster itu menyerang kami. Si bocah itu langsung menarik tanganku dan berlari ke dalam lorong berlampion giok. Makhluk itu marah. Ia mengaum keras dan aku mendengar suara makhluk lain yang serupa menjawab auman.

Lorong kali ini cukup luas dan lebar. Bocah itu terus memegang tanganku dan akhirnya terlepas. Namun kami tetap berusaha untuk berlari sekencang mungkin. Perasaanku takut bukan main. Jantungku berdegup tak teratur.

Aku menoleh ke belakang. Oh! Tidak! Mereka banyak sekali dan kecepatan lari mereka bisa jadi melebihi kami. Suara mereka bising sekali. Membuatku semakin panik.

Wusssh! Sial! Api oborku padam! Suasana menjadi gelap. Namun masih ada satu obor lain yang menyala di dinding jauh di depan kami. Dalam cahaya yang sangat minim itu, aku kehilangan bocah itu.

"Hei, kau! Pembawa bumerang!" panggilku. Dan ketika aku menoleh, kecepatan berlarinya berkurang. "Bodoh! Lari!"

Gawat! Jarak antara dirinya dengan para makhluk jelek itu sudah terlalu dekat. Dia hampir tertangkap dan...

Tidak! Aku harus menolongnya. Aku berlari melawan arah. Dan meraih tangannya yang bisa kucapai. Aku mengumpulkan tenaga dan melanjutkan berlari. Mereka sudah sangat dekat! Oh! Tolonglah kami!

"Lihatlah ke atas," kata bocah itu dengan napas tersengal. Aku mendongakkan kepalaku sekejap. Ada cahaya di sebelah kiri atas kami, langit-langit tepatnya. Dan tak jauh dari cahaya itu ada sejenis burung keemasan yang terbang.

Suara mereka semakin terdengar jelas. Dan aku mulai kelelahan karena menarik bocah ini. Keringatku mulai mengucur.

"Aw!" bocah itu menjerit. Ternyata salah satu makhluk itu memukulnya dengan batang besi yang mereka bawa. Aku kembali mendongak sambil terus berusaha berlari. Berharap burung itu akan menolong kami.

Dia hilang. Oh! Obor dinding itu sebentar lagi akan terlewati dan sepertinya aku melihat ruang lapang lagi di depan. Ayo! Aku berhasil menarik bocah ini.

Kami berhasil keluar lorong. Namun makhluk-makhluk jelek itu tetap mengejar kami. Di luar lorong memang benar ada ruang lapang dan aku melihat seekor Garuda besar menekuk kedua kakinya. Kuharap dia benar-benar sekutu!

Tak ada waktu lagi. Aku melemparkan bocah itu ke punggung Garuda dan aku melompat begitu saja dan duduk di belakang bocah itu. Napasnya tersengal. Begitu juga denganku. Lalu kami terbang dan para makhluk aneh itu tampak kecewa...

-to be continued

Tidak ada komentar: