Jumat, 05 Desember 2008

Chapter 11: Di Atas Argyre

Kami terbang! Hawa kami yang panas karena lari kini terasa sejuk bahkan dingin. Pernahkah kau membayangkan menaiki Garuda? Bulu-bulu garuda sangat licin dan duduk di atasnya sangat nyaman. Selain tulang punggung yang tak begitu mengganggu, aku bisa memeluk bocah ini sekaligus leher garuda. Dan yang paling menyenangkan, aku bisa bebas memandang apapun di bawah kami.

Aku penasaran sekali dengan langit-langit di sini. Ternyata cukup tinggi dan ada pula yang rendah. Di lihat dari atas, Argyre benar-benar seperti labirin yang menyesatkan.

Ketika aku mencari ruang dengan lampion kristal dari atas, aku tak menemukannya. Eh, bocah itu hampir terjatuh. Aku segera menahannya. Ia sangat lemah. Namun aku sudah terlanjur kesal padanya.

"Cerdas sekali! Menakjubkan!" kataku dingin. "Apa maksudmu menyerang makhluk tadi?" bentakku melawan desau angin yang keras dan kepakan sayap Garuda yang bising.

Bocah itu menyebutkan alasannya, namun aku tak bisa mendengarnya karena kalah dari kebisingan udara.

"Aku tak mendengarmu," Aku mendekatkan mulutku ke telinganya. Lalu aku mengulangi pertanyaanku.

"Aku hanya berniat untuk membunuhnya."

"Justru kau malah akan membunuh dirimu sendiri dan juga aku! Lain kali berpikirlah sebelum bertindak."

"Apa menurutmu burung ini bukan tipuan?"

"Berhentilah bicara tentang tipuan!" geramku tak sabar.

Lalu kami terdiam. Garuda yang kami naiki melakukan manuver yang membuatku kagum sekaligus takut. Aku melihat dinding batu berwarna merah bara jauh di sebelah kananku. Sepertinya tempat itulah yang dimaksud Dua Setan.

Dan... Hei! Aku baru sadar kalau ternyata di langit-langit batu ini banyak bertaburan permata yang cahayanya saling memantul.

Sementara labirin juga ada yang sangat gelap ada pula yang terang. Dan aku melihat kandelir superbesar yang agak jauh dari kami. Seperti kandelir di depan tiga lorong utama.

"Omong-omong, kau belum menyebutkan namamu." Bocah itu memecahkan hening di antara kami walau sebenarnya di sekitar kami sangat bising karena angin. Garuda berbelok arah. Aku tak tahu ke mana tujuannya. Dalam hati, aku berharap Garuda ini akan membawa kita ke permukaan tanah.

"Bethari. Namaku Bethari," jawabku. "Namamu?"

"Yudha. Yudha yang bermakna perang. Sepertinya kedua orang tuaku menginginkanku berperang."

Entah mengapa, tiba-tiba aku memikirkan Rama, Tar, dan Gnane. Apakah mereka mencariku?

"Oh, tidak!" kataku panik. "Rama pasti akan membunuhku."

"Rama?" tanya Yudha. "Siapa dia?"

- to be continued

Tidak ada komentar: