Sabtu, 06 Desember 2008

Chapter 13: Rencana Ratu Canangium

Rama menghampiri pintu itu dan membukanya. Ketika pintu itu terbuka, muncullah tiga orang yang sebaya dengan Rama. Mereka semua menggunakan jubah bertudung hitam dan cadar sehingga terkesan seperti ninja.

"Siapa kalian?" tanya Rama curiga.

"Izinkanlah kami masuk. Perjalanan kami sangat jauh. Duta jiwa yang selamat dari Canangium." Suara yang terdengar sangat lembut. Suara wanita. Jujur saja, aku tak tahu siapa yang bicara di antara mereka bertiga.

"Baiklah. Mari," sambut Rama cemas. Mereka bertiga masuk. Aku memperhatikan mereka. Mereka balas menatapku tajam dari balik cadar mereka. Membuatku merasa takut.

Di antara mereka, yang berdiri di tengah mendekati Rama dan berbisik sesuatu. Setelah tamu asing itu selesai berbisik, Rama menatapku. "Masuklah ke dalam tirai."

Hei! Aku penasaran dengan mereka bertiga. Karena itulah, aku tak beranjak. Namun, tiba-tiba Gnane menggigit ujung kuku kelingkingku. "Aw!" jeritku kaget. Lalu Gnane mengajakku masuk tirai.

Aku melihat Yudha yang kini sedang tidur. Wajahnya sudah tak sepucat tadi.


Sementara itu, Gnane dan Tar masuk ke dalam celah gelap. Mumpung keadaan ini sepi, aku mengambil kesempatan. Perlahan, aku menuju tirai dan menguping.

"Musibah ini benar-benar mengerikan. Sebagian rakyatku mati bergelimpangan. Dan sebagian lagi menghilang entah ke mana. Keadaan semakin sulit. Ketika aku tidak diizinkan memasuki wilayah para Kurcaci. Dan dalam perjalanan menuju ke sini kami sempat diserang. Dua pengawalku tewas di tempat. Kami tak tahu pasti siapa yang menyerang kami. Mungkin sebangsa Kurcaci karena tinggi mereka lebih pendek dari kami. Kita harus mengungsi dan mencari tempat aman. Kita harus bersatu melawan ini semua. Dan mencari tahu semua penyebab racun pembunuh itu," suara perempuan itu terdengar menggebu dan cemas.

"Ck ck ck..."

Aku terlonjak kaget. Hei! Lucu sekali si Tar. Dia membawa nampan dengan tiga cawan madu batu. Dan Gnane berdiri di sampingnya.

"Kutebak, kau lebih nakal daripada bocah itu," Gnane menunjuk Yudha yang masih terbaring lemah.

Tar keluar tirai.

"Wah... Tangkasi pintar. Terima kasih, Rama."

"Silakan menikmati, Yang Mulia Ratu. Kuharap bisa menggantikan dahaga Anda," terdengar suara Rama.

Aku tak menguping lagi. Namun suara mereka terdengar sangat jelas. Gnane masih menatapku curiga.

"Aku tak keberatan," kataku, "jika kau juga ikut menguping denganku."

Gnane maju mendekatiku. Dan dengan keahliannya, ia melompat dan duduk di bahuku.

"Ide bagus," bisik Gnane.

Aku tersenyum puas. "Bisakah kau jelaskan, siapa mereka?"

"Puteri itu adalah Ratu kerajaan Canangium. Dia bukan bangsa manusia. Dia seorang dryad. Wajahnya cantik sekali. Sssshhh... Aku ingin tahu apa yang mereka bicarakan."

Aku dan Gnane mencari informasi mengenai racun. Sayang, Ratu Canangium juga tak begitu tahu tentang Racun.

"Apa Anda punya rencana, Yang Mulia?" suara Rama terdengar.

"Kami sudah menyiapkan pasukan, Tuan Rama," kali ini suara pria bersuara bass yang terdengar. "Sisa rakyat Canangium."

"Apakah sudah dipastikan bahwa perang akan terjadi?" suara Rama terdengar kaget.

"Kami hanya melakukan persiapan untuk keamanan. Dan rencana berikutnya, kita akan mencari tempat aman di Labirin Akik. Pasukan kami menunggu di Simpang Enam Utara." Suara Ratu menjelaskan. "Kita harus berangkat secepatnya. Ajak semua bangsa Gnome."

"Dengan penuh rasa hormat, Ratu, tidak bisa saat ini juga. Kami butuh persiapan," sahut Ratu.

"Baiklah. Kalau begitu, kurang lebih tiga hari lagi aku akan kemari. Menjemput kalian dan bangsa Gnome," suara Ratu itu begitu bening dan lembut.

"Maaf, Ratu, bagaimana nasib kedua anak manusia itu?" pertanyaan Rama kali ini mengagetkanku. Membuat jantungku berdebar-debar. Aku menatap Gnane yang juga melirikku.

- to be continued

Tidak ada komentar: